Selasa, 14 Juni 2011

Sistem Integument


Integumen merupakan suatu system yang sangat bervariasi; padanya terdapat sejumlah organ ataupun struktur tertentu dengan fungsi yang bermacam-macam. Sistem integumen dapat dianggap terdiri dari kulit yang sebenarnya dan derivat-derivatnya. Gigi pada ikan hiu, scute, keel dan beberapa tulang tengkorak pada ikan merupakan modifikasi dari sisik.
Kulit yang sebenarnya yaitu lapisan penutup yang umumnya terdiri dua lapisan utama, letaknya sebelah luar dari jaringan ikat kendur yang meliputi otot dan struktur permukaan lain. Sedangkan derivate integumen yaitu struktur tertentu yang secara embryogenetik berasal dari salah satu atau kedua lapisan kulit sebenarnya. Struktur ini dapat berupa struktur yang lunak, seperti kelenjar eksresi, tetapi dapat juga berupa struktur keras dari kulit ini, dinamakan eksoskelet.
Sehubungan dengan bervariasinya integumen pada vertebrata khusunya ikan, maka fungsinya pun bermacam-macam pula, antara lain: pelindung terhadap gangguan mekanis, fisis, organis atau penyesuaian diri terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupannya, termasuk pelindung terhadap hewan lain yang merupakan musuhnya; kulit juga digunakan sebagai alat ekskresi dan osmoregulasi dan sebagai alat pernapasan pada beberapa jenis ikan tertentu.

A. KULIT
Pada phylum chordata dikenal dua tipe dasar dari integumen, yaitu tipe invertebrata dan tipe vertebrata. Tipe vertebrata pada sekalian hewan vertebrata terdiri dari beberapa lapisan, dengan dua lapisan utama, yaitu lapisan luar yang disebut epidermis dan lapisan dalam yang disebut dermis (Gbr 4.1). Lapisan epidermis pada ikan selalu basah karena adanya lendir yang dihasilkan oleh sel-sel yang berbentuk piala yang terdapat di seluruh permukaan tubuhnya. Epidermis merupakan bagian tubuh yang berhubungan langsung dengan ingkungan dan sistem somatis, mempunyai sejarah evolusi yang kompleks. Integumen sekalian hewan merupakan lapisan protektif yang menjaga lalulintas air dan zat-zat yang terlarut di dalamnya secara bebas. Epidermis bagian dalam terdapat lapisan sel yang disebut stratum germinativum (lapisan malphigi). Lapisan ini sangat giat dalam melakukan pembelahan untuk menggantikan sel-sel bagian luar yang lepas dan untuk persediaan pengembangan tubuh.
Dermis yang di dalamnya terkandung pembuluh darah, saraf dan jaringan pengikat memiliki struktur yang lebih tebal dan sel-sel yang susunannya lebih kompak dari pada epidermis. Derivat-derivat kulit juga juga dibentuk dalam lapisan ini. Lapisan dermis berperan dalam pembentukan sisik pada ikan yang bersisik, dan derivat-derivat kulit lainnya.

Gambar 1. Struktur kulit ikan (Walker and Liem, 1994)
 
B. LENDIR
Umumnya ikan yang tidak bersisik memproduksi lendir yang lebih banyak dan tebal dibanding dengan ikan yang bersisik. Ketebalan lendir yang meliputi kulit ikan dipengaruhi oleh kegiatan sel kelenjar yang berbentuk piala yang terletak di dalam epidermis. Kelenjar ini akan memproduksi lendir lebih banyak pada saat tertentu, misalnya pada saat ikan berusaha melepaskan diri dari bahaya/ genting dibanding pada saat atau keadaan normal.
Lendir berguna untuk mengurangi gesekan dengan air supaya ia dapat berenang dengan lebih cepat, mencegah infeksi dan menutup luka, berperan dalam osmoregulasi sebagai lapisan semi-permiable yang mencegah keluar masuknya air melalui kulit. Pada beberapa ikan tertentu menggunakan lendir sebagai alat perlindungan pada saat terjadi kekeringan, misalnya ikan paru-paru (Protopterus) yang menanamkan diri pada lumpur selama musim panas dengan membungkus tubuhnya dengan lendir hingga musim penghujan tiba. Beberapa ikan yang menggunakan lendirnya untuk melindungi telur dari gangguan luar, misalnya anggota dari genus Trichogaster.

C. SISIK
Bentuk, ukuran dan jumlah sisik ikan dapat memberikan gambaran bagaimana kehidupan ikan tersebut. Sisik ikan mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka macam, yaitu sisik ganoid merupakan sisik besar dan kasar, sisik cycloid dan ctenoid merupakan sisik yang kecil, tipis atau ringan hingga sisik placoid merupakan sisik yang lembut.
Umumnya tipe ikan perenang cepat atau secara terus menerus bergerak pada perairan berarus deras mempunyai tipe sisik yang lembut, sedangkan ikan-ikan yang hidup di perairan yang tenang dan tidak berenang secara terus menerus pada kecepatan tinggi umumnya mempunyai tipe sisik yang kasar. Sisik scycloid berbentuk bulat, pinggiran sisik halus dan rata sementara sisik ctenoid mempunyai bentuk seperti sikloid tetapi mempunyai pinggiran yang kasar.
Ikan yang bersisik keras biasanya ditemukan pada golongan ikan primitive, sedangkan pada ikan modern, kekerasan sisiknya sudah fleksibel. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis bahan yang dikandungnya. Sisik dibuat di dalam dermis sehingga sering diistilahkan sebagai rangka dermis.
Ada beberapa jenis ikan yang hanya ditemukan sisik pada bagian tubuh tertentu saja. Seperti “paddle fish”, ikan yang hanya ditemukan sisik pada bagian operculum dan ekor. Dan adapula yang hanya ditemukan sepanjang linea lateralis. Ikan sidat (Anguilla) yang terlihat seperti tidak bersisik, sebenarnya bersisik tetapi sisiknya kecil dan dilapisi lendir yang tebal.
Berdasarkan bentuk dan bahan yang terkandung di dalamnya, sisik ikan dapat dibedakan menjadi lima jenis, yaitu Placoid, Cosmoid, Ganoid, Cycloid dan Ctenoid.

D. PEWARNAAN
Sel khusus yang memberikn warna pada ikan ada dua macam yaitu Iridocyte (leucophore dan guanophore) dan Chromatophora. Iridocyte dinamakan juga sel cermin karena mengandung bahan yang dapat memantulkan warna di luar tubuh ikan. Warna pada ikan sangat dipengaruhi oleh schemachrome (konfigurasi fisik) dan biochrome (pigmen pembawa warna). Schemachrome warna putih ditemukan pada rangka, gelembung renang, sisik dan testes; biru dan ungu pada iris mata; warna pelangi pada sisik, mata dan membrane anus. Sedangkan tergolong ke dalam biochrome adalah: Carotenoid (kuning, merah dan corak lainnya); chromolipoid (kuning sampai coklat); indigoid (biru, merah dan hijau); melanin (hitam dan coklat); flavin (fluoresensi kehijau-hijauan); purin (putih atau keperak-perakan); pterin (putih, kuning, merah dan jingga). Ikan-ikan yang hidup di perairan bebas mempunyai warna tubuh yang sederhana, bertingkat dari keputih-putihan pada bagian perut, keperak-perakan pada sisi tubuh bagian bawah sampaiwarna kebiru-biruan atau kehijau-hijauan pada sisi atas dan kehitam-hitaman pada bagian punggungnya. Ikan yang hidup di daerah dasar, bagian dasar perutnya berwarna pucat dan bagian punggungya berwarna gelap. Misalnya pada kelompok ikan pari dan ikan seblah. Ikan-ikan yang hidupnya di sekitar karang memiliki warna yang cerah dan cemerlang misalnya ikan-ikan family Chaetodontidae,
Achanturidae, Apogonidae dan sebagainya.
Pemiripan warna secara umum antara ikan dan latar belakangnya baik secara perlahan maupun cepat merupakan karakteristik dasar ikan untuk menyamai lingkungan atau habitat mereka berada. Ikan laut memiliki warna tubuh yang bertingkat, di bagian dorsal berwarna biru, bagian sisi keperak-perakan, dan putih di bagian perut. Perubahan warna sering terjadi berhubungan dengan kondisi lingkungan seperti siang dan malam, musim dan keadaan habitat. Perubahan warna tersebut diatur oleh intraksi saraf dan hormon.
Pewarnaan terpecah merupakan suatu upaya ikan untuk mengaburkan pandangan terhadap tubuh ikan. Bila tubuh permukaan ikan mempunyai garis-garis warna atau corak kontras yang tidak teratur, maka garis-garis tersebut akan cenderung mengaburkan pandangan hewan lain. Pada ikan kupu-kupu (Forcipinger longirostris) yang hidup di daerah karang mampu memcahkan warna tubuhnya menjadi bentuk organ tubuh, warna demikian dipergunakan untuk memecah bentuk atau mengaburkan bentuk asli ikan. Selain fungsinya sebagai penyamaran dan penyembunyian, pada beberapa ikan bentuk pewarnaanya justru cenderung sebagai pemberitahuan. Sejumlah anggota famili Percidae yang terdapat di air tawar dan sejumlah famili yang ditemukan di laut memiliki corak warna yang terang dan cemerlang sebagai pengenalan seksual.

E. ORGAN CAHAYA
Cahaya yang dihasilkan ikan memiliki fungsi sebagai tanda pengenal individu yang sejenis, untuk mengikat mangsa, menerangi lingkungan, dan penciri ikan beracun. Umumnya ikan-ikan yang memiliki organ cahaya hidupnya pada daerah laut dalam (antara 300 – 1000 m ) dengan warna biru atau biru kehijau-hijauan yang biasa dikenal dengan bioluminescens . Namun telah ditemukan pula ikan laut yang hidup di perairan dangkal memiliki organ cahaya seperti, ikan leweri batu (Photoblepharon palpebratus) dan ikan leweri air (Anomalops katopron). Cahaya yang dikeluarkan berkedap-kedip secara teratur yang dikendalikan oleh organ cahaya yang keluar masuk suatu kantong pigmen hitam di bawah mata.
Terdapat dua kelompok ikan berdasarkan sumber cahaya yang dikeluarkannya yaitu, kelompok ikan yang cahaya dikeluarkan oleh sel pada kulit ikan itu sendiri (photophore = potocyt) misalnya pada golongan elasmobranchii (Etmopterus, Benthobatis dan Spinax) dan pada golongan ikan teleostei (Batrachoididae dan Stomiatidae). Kelompok kedua adalah ikan yang mengeluarkan cahaya dari bakteri yang bersimbiose dengannya, misalnya pada ikan-ikan family Monocentridae, Gadidae, Leognathidae, Serranidae dan Macroridae. Bakteri yang dapat mengeluarkan cahaya terdapat di dalam kantung kelenjar epidermis. Pemantulan cahaya yang dikeluarkan bakteri tersebut diatur oleh jaringan yang berfungsi sebagai lensa. Pada bagian yang berlawanan dengan lensa terdapata banyak pigmen yang berfungsi sebagai pemantul.
Pemancaran cahaya yang dikeluarkan oleh bakteri diatur oleh kontraksi pigmen yang
berfungsi sebagai iris mata. Pada ikan-ikan yang hidup di laut dalam, pengeluaran cahayanya mempunyai peranan dalam pemijahan. Pada musim pemijahan, ikan jantan berusaha membimbing betina untuk mencari tempat yang baik untuk memijah. Cahaya yang dikeluarkan memiliki kekuatan panjang gelombang 400-600 mμ yang dapat menerangi sejauh 10 meter. Anglerfishes (Linophyrin brevibarbis) yang terdapat di laut dalam mempunyai tentakel yang bercahaya. Diduga pada tentakelnya mempunyai kultur bakteri yang terdapat pada kulitnya. Tentakel yang ujungnya mempunyai jaringan jaringan yang membesar itu digosokkan di atas kultur bakteri tersebut, sehingga bakteri yang bercahaya terbawa oleh tentakel untuk menarik perhatian mangsanya.

E. KELENJAR BERACUN
Kelenjar beracun pada ikan merupakan derivate dari kulit yang merupakan modifikasi kelenjar yang mengeluarkan lendir. Ikan-ikan yang kelejar integumennya mengandung racun umumnya dipergunakan ikan untuk mempertahankan diri, menyerang dan mencari makanan.
Pada ikan lepu (Synanceia verrucosa dan Pterois volitans) memiliki alat beracun pada daerah jari-jari keras sirip punggung, sirip dubur dan sirip perut. Umumnya ikan lepu ini tinggal di dasar perairan yang dangkal berpasir atau berkarang dan pada daerah terdapat vegetasi lamun. Gerakannya lamban dengan warna permukaan tubuh yang mirip dengan dasar perairan menyebabkan ikan ini sulit untuk dilihat. Beberapa jenis dari ikan memiliki racun yang dapat mematikan manusia, misalnya jenis Synanceia horrida.
Pada ikan pari (Dasyatis) kelenjar racunnya terdapat pada duri di ekornya. Duri ini tersusun dari bahan yang disebut vasodentine. Sepanjang kedua sisi duri tersebut terdapat gerigi yang bengkok ke belakang. Duri tersebut ditandai oleh adanya sejumlah alur dangkal yang sepanjang tepi alur terdiri celah berupa jaringan kelabu “spongi”, lembut meluas sepanjang celah panjang yang berfungsi sebagai jaringan tempat dihasilkannya racun. Ikan baronang (Siganus) memiliki kelenjar beracun yang terdapat pada 13 jari-jari keras sirip punggung, 4 jari-jari keras sirip perut da 7 jari-jari keras sirip dubur.
Ikan-ikan yang system integumennya mengandung kelenjar beracun antara lain ikan lele dan sebangsanya (Siluroidea) dan golongan Elasmobranchii (Chimaeridae, Myliobathidae dan Dasyatidae). Beberapa jenis ikan buntal (Tetraodontidae) juga dikenal beracun, tetapi racunnya bukan berasal dari system integumennya, melainkan dari kelenjar empedu.
Studi tentang racun ikan dikenal dengan ichthyotoxisme. Ilmu ini mempelajari tentang racun yang dikeluarkan oleh ikan serta gejala keracunan dengan aspek- aspeknya. Ichthyotoxisme meliputi Ichthyosarcotoxisme yang mempelajari berbagai macam keracunan akibat makan ikan beracun dan Ichthyoacanthotoxisme yang mempelajari sengatan ikan berbisa.

1 komentar: